Saat ini banyak paket wisata Pulau Pramuka menawarkan keindahan resort, snorkeling, scuba diving, memancing, serta jelajah pulau untuk menikmati keasriannya. Siapa sangka, dibalik kecantikannya, pulau di Utara Jakarta ini pernah punya isu lingkungan pelik.
Pulau Pramuka, salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu merupakan pusat administrasi serta pemerintahan dari Kepulauan Seribu. Dahulu masyarakat setempat seringkali menyebutnya dengan nama Pulau Elang karena konon terdapat banyak burung elang bondol di pulau ini. Penyebutan nama Pulau Pramuka muncul seiring maraknya penyelenggaraan kegiatan Pramuka di pulau tersebut, sebelum ada Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta.
Seperti daerah lainnya, sampah menjadi salah satu masalah di Kepulauan Seribu DKI Jakarta, karena setiap harinya kepulauan ini memproduksi sekitar 40 ton sampah. Pulau Pramuka pun turut berkontribusi menghasilkan sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Akhir Bantar Gebang.
Srikandi Pejuang Lingkungan di Pulau Pramuka
Mahariah, adalah penggagas komunitas Rumah Hijau di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Guru Madrasah Ibtidaiyah ini menyaksikan bagaimana awalnya sampah plastik mampir dan merusak kelestarian lingkungan tempat tinggalnya. Saat ada banjir besar melanda Jakarta, sebagian besar tanaman bakau di Pulau Pramuka mati akibat gempuran sampah plastik kiriman. Namun ia mengamati, itu bukan hanya karena kiriman, gunungan sampah itu selalu ada, karena masalahnya juga berasal dari masyarakat pulaunya sendiri yang sering membuang sampah ke laut.
Dari situ tercetus niat Mahariah untuk membuat gerakan membersihkan sampah dari laut serta bagaimana mendaur ulang sampah agar memiliki nilai ekonomi, melalui komunitas yang dibangunnya. Dari komunitas Rumah Hijau yang berdiri tahun 2015 itu, lahirlah gerakan 'Pulauku Nol Sampah' di Pulau Pramuka.
Di waktu luang atau akhir pekan, Rumah Hijau rutin melakukan aksi peduli lingkungan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan warga sekitar, khususnya terhadap bahaya sampah plastik. Dalam setiap aksinya, komunitas ini melibatkan ibu-ibu dan anak muda warga Pulau Pramuka. Ada tiga macam kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Hijau yaitu:
- memilah sampah dari rumah
- menanam tanaman yang dapat dimakan
- mendaur ulang sampah menjadi kerajinan yang bernilai ekonomi.
Untuk sampah daun (organik) diolah menjadi pupuk. Sedangkan sampah yang tidak bisa dimanfaatkan, akan dijual ke pengepul sebagai tabungan bagi nasabah bank sampah.
Menurut Mahariah sebelum ada gerakan ini, setiap harinya petugas TPS mengangkut sampah rumah tangga dari 200 gerobak motor (germor). Namun sejak kehadiran Rumah Hijau,jumlah sampah menurun hingga 140 germor perhari atau setara 1 ton sampah.
Ihtiar srikandi lingkungan ini terus dilakukan tanpa henti. Pelan tapi pasti, anggota Rumah Hijau berangsur bertambah, dari semula hanya 9 keluarga, menjadi sekitar 40 keluarga yang aktif terlibat dalam kegiatan pelestarian lingkungan di Pulau Pramuka.
Di Pulau Pramuka, Sampah Plastik jadi Cuan
Upaya Rumah Hijau mengelola sampah plastik di Pulau Pramuka perlu diacungi jempol. Komunitas ini mengupayakan dua jenis metode dalam pengolahan sampah plastik seperti kantong, bungkus mi instan atau bungkus detergen, dan sedotan, Pertama, dengan mendaur ulang sampah plastik tersebut menjadi aneka kerajinan tangan, mulai dari gantungan kunci, aneka hiasan, hingga tas tangan.
Metode kedua adalah dengan menjadikannya bata ramah lingkungan yang dikenal sebagai eco brick. Pada metode ini, botol plastik diisi dengan berbagai macam sampah plastik yang telah dicacah kecil-kecil hingga padat. Kemudian eco brick direkatkan dan dibentuk menjadi berbagai macam peralatan rumah tangga seperti meja, kursi, atau hiasan dinding hingga menjadi bahan bangunan. Eco brick dengan berat di atas 600 gram dapat dihargai Rp3.000 perbuahnya.
Dengan kedua metode itu, Mahariah dan segenap masyarakat Pulau Pramuka berharap agar sampah plastik tidak lagi mencemari lingkungan pulau mereka. Malahan masyarakat dapat terangkat ekonominya melalui penjualan kerajinan tangan dari daur ulang sampah plastik yang diproduksi bersama. Menurut Mahariah yang meraih penghargaan Kalpataru tahun 2017 ini, kerajinan dan eco brick dari Pulau Pramuka banyak permintaan, bahkan sampai ke Belanda.
Menjadi Kampung Berseri Astra
Sejalan dengan kegiatan positif Mahariah dan komunitasnya, Astra memfasilitasi berbagai kegiatan pengembangan masyarakat yang mengacu pada empat pilar kontribusi sosial Astra yang berkelanjutan, yakni kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan. Pulau Pramuka pun didaulat menjadi bagian dari Kampung Berseri Astra (KBA) pada tahun 2015. Total KBA saat ini ada 170 desa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di bidang lingkungan, kegiatan KBA Pulau Pramuka berfokus pada pengolahan sampah dan ketersediaan air bersih. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengelolaan bank sampah, dan pengumpulan sampah non organik untuk menghasilkan pemanfaatan daur ulang botol plastik seperti yang sudah dilakukan komunitas Rumah Hijau.
Baca juga:Tersesat Menyenangkan di Kampung Labirin
Selain itu, dilakukan upaya untuk mengurangi limbah plastik dengan mengolah sampah plastik melalui mesin pirolisis yang akan menghasilkan bahan bakar diesel atau solar. Pirolisis adalah proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan dengan sedikit atau tanpa melibatkan oksigen. Mesin pirolisis tidak memerlukan listrik yang besar sehingga mesin ini dapat mudah digunakan oleh masyarakat.
Sejak September 2020, Astra telah melakukan pembinaan pemanfaatan mesin pirolisis yang salah satu di antaranya adalah di KBA Pulau Pramuka. Sampah plastik yang diolah ke dalam mesin pirolisis ini dapat memenuhi kebutuhan para masyarakat setempat, salah satunya menjadi bahan bakar kapal untuk nelayan, serta dapat dijjual seharga Rp6.000 – Rp6.500 per liter.
KBA Pulau Pramuka dengan gerakan Pulauku Nol Sampah berhasil mewujudkan kontribusinya menyelamatkan pulau dari gempuran sampah. Ia menjadi pesan bagi seluruh Nusantara bahwa selalu ada jalan untuk penanggulangan sampah. Dan pada akhirnya, kesadaran serta gerakan masyarakat lokal pula yang kembali memberi manfaat bagi seluruh lingkungan.
#BangkitBersamaUntukIndonesia
#KitaSATUIndonesia