Minggu, 21 April 2019

Ini Loh Rekomendasi Dokter THT Oke di Jakarta (Bag. 2)

Ini lanjutan posting sebelumnya mengenai pengalaman ke dokter THT. Berhubung ceritanya kepanjangan, jadi dibikin part 1 dan part 2. Yang belum baca cerita awal perburuan dokter THT, karena saya takut operasi polip, cuss baca dulu di postingan sebelumnya ya. 

Peralatan THT Lengkap di RS THT Proklamasi

Setelah Prof. Zainul menyatakan bahwa Zia tidak perlu operasi polip, maka Zia diminta tes THT dan pendengaran untuk memastikan bahwa telinganya benar baik-baik saja. Saya nurut aja apa kata Prof Zainul karena saya ingin tuntas beres hari itu juga. 

Zia dibaringkan di ruang pemeriksa dokter lalu dicek dengan alat THT di sana, mulai dari alat yang biasa ada di rumah sakit umum sampai alat periksa yang baru saya kenal, semacam garputala yang ada suaranya didengungkan ke telinga, dll.


Pemeriksaan di Poli

Beres pemeriksaan di Poli itu, lanjut tes pendengaran, yang dilakukan di ruangan berbeda. Prof. Zainul membuat surat pengantar untuk pemeriksaan di ruang Audiologi di lantai 3 RS THT Proklamasi itu.
Surat Pengantar Tes Pendengaran

Masuk ke ruangan sana kami diantar oleh Satpam jaga, karena hanya dia yang mempunyai akses masuk ke ruangan di lantai tersebut (selain paramedis mungkin). Jadi, tidak sembarang orang bisa lalu lalang. Ruangannya saat itu sunyi sepi dan lorong di lantai ini terlihat makin persis dengan lorong hotel. 

Di ruang Audiologi yang berukuran sekitar 3 m x 1.5 m ada seorang perawat/terapis duduk, dan berbagai macam headphone tampak tergantung di dinding. Seumur-umur baru kali itu saya masuk ruang semacam itu.


Ruang Audiologi

Si pasien disuruh duduk dan dipasangkan salah satu headphone. Lalu dites mengulang kata-kata yang terdengar. Beberapa kali Zia dikoreksi kesalahannya. Menurut Zia, kata-kata yang diperdengarkan itu kadang  mendekat kadang menjauh, sehingga bisa terdengar jelas, bisa juga kurang jelas. Mas perawatnya memperhatikan Zia bicara sambil bikin titik-titik dan catatan pada grafik di kertas.

Singkat cerita, setelah pemeriksaan pendengaran selesai, kami kembali ke ruang poli konsul dokter di lantai satu. Komentar Prof. Zainul setelah membaca hasil pemeriksaan itu,: "Yak masih normal semua. Saya kasih obat aja. Kalau mau bukti lagi apakah masih ada polipnya, nanti seminggu lagi rontgen lagi aja".

Wadaw.. professor ini menenangkan hati sekali... tak sia-sia saya kemari. Alhamdulillah. Cuss ah pulang, tiba-tiba perut baru terasa lapar minta diisi. Hehehe... gak kerasa sih kami telah 3 jam lebih di rumah sakit itu. Tinggal ke kasir dan apotik untuk menebus obat, saya pun melenggang dengan ceria, membawa oleh-oleh grafik hasil pemeriksaan audiometri untuk dibawa pulang. Dan di perjalanan pulang, Zia berkomentar : "Bunda ngapain sih periksa macem-macem jauh-jauh gini... Kan aku sehat-sehat ajaa". Ihiks...

Biaya Pemeriksaan di RS THT Proklamasi


Sooo, udah jelas deh ya, rekomendasi dokter THT oke di Jakarta, salah satunya Prof. Zainul A. Djaafar, Sp.THT-KL yang baik hati ini. Yuhuu biayanya berapa untuk mendapatkan ketenangan hati itu? Pasti pada pingin tau kan? Hihihi. Siap-siap aja, ada rupa ada harga. Hehe... Alhamdulillah saya dan anak-anak saya ter-cover asuransi, salah satu  providernya Ad Medika, jadi saya tidak terlalu memikirkan biaya dari awalnya. Tapi saya tetap bawa persiapan dana untuk jaga-jaga jika pemeriksaan di sana tidak di-cover.

Nah, dengan perlengkapan THT yang sedemikian komplit, biaya pemeriksaan di RS THT Proklamasi juga mantap. Di kuitansinya tertera sbb.:
  • Pemeriksaan Poli : Rp250.000
  • Audiometri Nada Murni : Rp100.000
  • Audiometri Tutur : Rp100.000
  • Timpanometri : Rp100.000
  • Tindakan Dokter : Rp350.000
  • Mikroskop Poli : Rp125.000
  • Biaya Obat : Rp384.295
  • Kartu Pasien & Administrasi (pasien baru) : Rp50.000
  • Biaya Materai : Rp6.000
Jadi, totalnya Rp 1.465.295 😁 (per Februari 2019).

Hmmm... Alamat limit asuransi yang terbatas itu jadi  menipis.  Ah sudahlah yang penting happy karena tidak ada tindakan operasi. Titik.

Itu sekelumit kisah pencarian dokter THT ter - oke. Pelajarannya, jangan percaya dengan satu diagnosa dokter aja. Apalagi kalau bikin gelisah.

Ada yang punya pengalaman tentang sakit polip / sinus? Share di komentar yaa.

Jumat, 29 Maret 2019

Ini Loh Rekomendasi Dokter THT Oke di Jakarta (Bag. 1)


Nikmat sehat memang rejeki paling berharga. Karena kalau sudah sakit, yang ada semua merana. Ya fisik, emosi, juga dompet. Meski ditanggung asuransi kesehatan pun, kadang ada aja biaya yang harus dikeluarkan saat pengobatan.

Dan yang paling saya takutkan di kala sakit adalah saat mendengar kata “operasi”. Membayangkan jaringan tubuh di-belek meski untuk mengobati penyakit, rasanya perih ngiluu...! Padahal sekarang zamannya operasi minimal invasif ya, alias operasi dengan sayatan kecil aja. Tapi kedengarannya tetep mengerikan (buat Cemil).

Alhamdulillaah jadi ibu dari 2 jagoans, saya melahirkan normal, dan sampai saat ini tak pernah didiagnosa penyakit yang memerlukan penanganan operasi. Doain sehat terus yaa pemirsah.. Aamiin.

Rekomendasi-dokter-tht-jakarta


Ke Dokter THT

Eng ing eng... Kabar kurang baik malah datang dari salah satu jagoan Cemil nih. Cerita awalnya, si sulung Zia, yang saat ini kelas VII SMP, merasa agak kurang dengar. Dugaan saya, paling karena banyak kotoran di telinganya. Pergilah kita ke dokter THT di RS terdekat dengan rumah, BMC Mayapada, Bogor. Dokter spesialis THT di RS swasta ini ada 2 orang, dan ada 1 dokter yang dituju karena baik dan kami merasa cocok.

Singkat cerita, setelah dibersihkan telinganya, sang dokter bilang, sepertinya ada radang. Maka Zia dirujuk untuk melakukan Rontgen THT. Yaa.. sekalian aja deh mumpung di RS, hari itu juga rontgen dan konsultasi supaya tuntas. Hasil rontgen dijabarkan lagi oleh sang dokter : ada bayangan putih di rongga sinus sebelah kanan, yang harusnya bersih seperti yang kiri. Dan diagnosa yang diterangkan adalah Sinus Maxilaris plus Polip! Pengobatannya yang disarankan adalah operasi! Yang membuatnya harus operasi menurut dokter adalah adanya "kesan kista" pada hasil rontgen. Yaa Allah, mau bersihin kotoran kuping, kenapa berujung harus operasi yak?


Gambaran sinus maksilaris
(Pict: tempo.co)

Saya melongo bin lemes. Ini anak gak ada panas, gak ada sakit, Cuma kurang denger doang.. disuruh operasi. Saya pastikan ke dokternya, apakah bisa dengan obat atau terapi saja? Jawabnya: tidak untuk jangka panjang. Obat-obat hanya bisa meringankan sakit, tidak menghilangkan, kata dokter. Jalan pengobatan tuntas, ya dengan operasi….. Gubrak! Tiba-tiba teringat seorang teman yang beberapa kali operasi sinus karena selalu kambuh. Duh. Saya yakinkan lagi, apakah dengan operasi pasti tidak akan kambuh lagi? Menurut dokter, jika ditangani masih seusia Zia (13 tahun) kemungkinan kambuh lagi kecil, alias hampir pasti sembuh total. 

Polip hidung

Dokter tak memaksa segera dilakukan operasi, tapi tindakan itu disarankan. "Kasihan kalau gak dioperasi, bakal terus menderita dia", katanya. Sementara, pak Dokter memberi resep obat dulu, sambil memberi waktu saya untuk berfikir soal operasi.

Sampai rumah saya cerita dengan keluarga, dan kegalauan melanda. Antara mengikuti anjuran dokter, cari pengobatan alternatif, atau cari second opinion. Keluarga sibuk mikir, anaknya mah bebas as always, gak kayak orang sakit. Huahua..

Hunting Dokter THT di Jakarta


Setelah seminggu berlalu Zia makan obat dokter, katanya telinganya "agak mendingan". Kata agak mendingan itu bikin cemas juga, karena berarti belum tuntas sehat/normal. Atas masukan dari kerabat dan rekan, maka diputuskan Zia diperiksakan ke dokter lain untuk mencari opini kedua.

Berhubung Spesialis THT ngetop banyak berada di Jakarta, maka perburuan dokter THT pun menyasar ke Jakarta. Saya gak mau ke dokter THT yang asal ngetop saja, melainkan yang juga menenangkan. Weits, ini sebenernya sih cari opini yang kontra operasi ya heheh. Tapi saya dan keluarga pasrah aja jika memang operasi jalan satu-satunya, tentu dengan alasan yang lebih meyakinkan.

Hunting dokter THT untuk second opini ini, selain dengan bertanya-tanya kepada yang punya pengalaman penyakit yang sama, juga dengan browsing di dunia maya. Dan setelah melalui serangkaian penelitian kualitatif dan kuantitatif (taelah), kesimpulannya kami akan konsultasi ke Prof. Dr. Zainul A. Djaafar, Sp.THT-KL (K), di RS Khusus THT-Bedah KL Proklamasi, di Jakarta Pusat. Profesor ini salah satu pendiri rumah sakit khusus THT tersebut. Ada banyak dokter recommended di sana, saya pilih Prof. Zainul karena beliau juga praktik di hari Sabtu. Hari Sabtu saya leluasa untuk mengantar Zia karena libur kerja.

Saya kirim pesan WhatsApp ke nomor WA RS nya H-1 untuk pendaftaran, tapi pendaftaran via WA ini hanya dicatat saja. Nomor antrian akan diberikan per kedatangan.

Ke RS THT Proklamasi


Hari Sabtu perjanjian konsultasi itu saya berdua Zia ke RS THT Proklamasi. Karena anaknya segar bugar bak pendekar, kami santai naik KRL Commuteline dari Bogor, turun di Cikini, lalu sambung naik ojek online ke lokasi, yang tidak sampai 5 menit jaraknya dari stasiun Cikini. Ah moda transportasi yang mudah dan nyaman gini memang yang dibutuhkan masyarakat.

Saya baru pertama kali menginjakkan kaki di RS THT Proklamasi itu. Gedungnya tampak tidak terlalu besar dari depan, dan lahan parkirnya terbatas. Masuk ke lobi RS, di sebelah kanan langsung tampak apotik dan loket kasir. Lurus ke depan terlihat beberapa kursi tunggu, loket pendaftaran dan lorong ruang periksa.

Loket Pendaftaran

Ambil nomor di mesin nomor, saya menunggu nomor antrian muncul di layar pemanggil. Mungkin karena saat itu masih pagi, tidak terlalu banyak yang antri. Nomor antrian saya pun tak lama dipanggil. Proses pendaftaran pasien baru sampai mendapat kartu pasien juga tidak lama, kurang dari 15 menit.

Lorong tunggu depan ruang periksa

Lalu kami dipersilakan masuk ke ruang tunggu yang cukup nyaman. Ada beberapa deret kursi dengan televisi di dinding. Atau bisa juga memilih duduk di beberapa kursi yang ada di lorong. Lorongnya semacam lorong hotel dengan deretan kamar, namun lebih sempit. Sekitar 30 menit kemudian Profesor yang ditunggu pun tiba. Zia dipanggil masuk nomor 3. Sang prof terlihat masih sehat meski rambutnya memutih. Beliau menanyakan detil maksud konsultasi kami.

Saya sodorkan hasil Rontgen dan cerita diagnosa dokter sebelumnya sampai pada saran dokter untuk operasi. Jujur saya dag-dig-dug akan kesimpulan profesor di hadapan saya. Setelah mengamati gambar Rontgen dan mendengarkan cerita saya, prof. Zainul pun bicara: "Kalau menurut saya, ini bukan khas kista ya, hanya kesan aja. Jadi tidak perlu operasi."

Antara bersyukur dan tidak percaya, tapi hati jelas girang lah.. Yang terucap dari mulut saya : "Alhamdulillaah.. Yakin prof, gak perlu operasi?" Ekspresi prof. Zainul kelihatan tanpa ada keraguan: "Iya, dari penampakan fisik dan Rontgen saya lihat gak perlu operasi. Untuk lebih yakinnya, kita cek semua aja ya, termasuk pendengarannya." 

-To Be Continued...
Lanjut ke Bagian 2

Minggu, 22 Oktober 2017

Perlu pulsa? Traveloka aja...

Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi memang tak terbendung. Model-model telepon​ genggam, yang sering disebut ponsel (telepon seluler), selalu terbarukan setidaknya 2 kali setahun untuk satu merek. Demikian juga sistem operasinya, yang makin hari kian canggih. Cemil pernah mengulas sistem operasi Android dengan nama uniknya dalam artikel: Android Yummy Rasa Camilan.  Saat itu, sekitar akhir tahun 2016 baru saja rilis versi Android N, Nougat. Sekarang, versi O-nya (Oreo) sudah mulai disematkan di ponsel terbaru. Begitu juga sistem operasi iOS yang terus dikembangkan hingga saat ini sudah sampai versi 11.


Sulitnya zaman digital adalah saat semua serba online, termasuk kebutuhan komunikasi. Lho kok malah sulit? Ya sulit, kalau tak punya pulsa. Haha...

Kebutuhan Pulsa vs Paket Data

Seiring dengan perkembangan teknologi ponsel, kebutuhan akan pulsa dan paket data juga meningkat. Awalnya, orang menggunakan ponsel hanya butuh pulsa untuk membayar tarif pesan singkat (sms) dan telepon dari operator. Sekarang, orang butuh pulsa untuk beli paket data internet yang dibutuhkan untuk terhubung daring di gawainya. Nah ini istilah "antik" daring dan gawai juga muncul di Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia untuk mengakomodir perkembangan teknologi informasi (daring artinya online, gawai artinya gadget). Paket data internet yang merupakan kuota untuk koneksi jaringan juga turut berkembang mulai dari GPRS, 2G, 3G, 4G, dan kabarnya 5G sebentar lagi akan muncul.

Banyak orang mengutamakan daring internet, dibandingkan dengan punya pulsa di ponselnya untuk menelepon langsung atau sekedar sms. Tentu ini bukan tanpa alasan. Dengan fasilitas chatting zaman sekarang, pengguna dapat juga melakukan panggilan suara (voice call) atau bahkan panggilan video (video call) yang lebih canggih dan kekinian.
Ada cerita lucu tentang kebutuhan pulsa ini. Seperti orang kebanyakan, untuk ponsel, saya lebih memilih punya paket data internet dibandingkan dengan pulsa untuk menelepon. Namun masalah jadi sering timbul saat saya harus menelepon rumah, kantor atau ke ponsel anak yang non internet. Kalau tak ada pulsa bagaimana mungkin? Beli di penjual pulsa atau lewat ATM pasti ada, tapi bagaimana juga kalau sedang tak sempat pergi ke tempat-tempat itu, sedangkan sangat penting untuk menelepon? Kekurangan pulsa ini mengingatkan saya akan penipuan via sms dengan kata-katanya yang kesohor: "mama minta pulsa..."

Traveloka, Solusi Kebutuhan Pulsa dan Paket Data

Untung ada Traveloka. Masalah kebutuhan pulsa saya terpecahkan dengan mudah, tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Sebelum Traveloka menjual produk pulsa ini, dengan masalah saya di atas, mau tak mau saya harus mancari bala bantuan semacam "mama minta pulsa" kepada keluarga atau teman, alias meminta bantuan orang lain untuk mengisikan pulsa. Terpaksa.

Awalnya Traveloka memang hanya dikenal sebagai penyedia layanan produk tiket pesawat dan hotel. Produknya kemudian dikembangkan semakin beragam termasuk penjualan pulsa dan paket data. Karena saya sudah sering bertransaksi di Traveloka, maka saya tidak meragukan keamanannya. Selain aman, ternyata banyak keunggulannya dengan bertransaksi pulsa di Traveloka, yaitu mudah diakses, pulsa atau paket data cepat diterima, kemudahan pembayaran dengan berbagai metode, dan keunggulannya yang terakhir ini yang paling saya suka: murah, karena selalu mendapat potongan harga.

Pembeli pulsa atau paket data internet di Traveloka akan merasa tenang karena semua histori pembelian pulsa dan paket data tercatat dan dapat dilihat, sukses maupun gagalnya. Transaksi berupa notifikasi dikirimkan di aplikasi maupun di surat elektronik (surel) pembeli. 

Untuk yang belum pernah membeli pulsa atau paket data di Traveloka, berikut langkah-langkahnya:
  1. Pada aplikasi Traveloka, pilih Top Up & Data Package
  2. Isi nomor ponsel yang akan diisi pulsa atau paket datanya
  3. Klik 'search products'
  4. Pilih tab Top Up untuk membeli pulsa, atau tab Data untuk paket data
  5. Pilih nominal pulsa atau data yang diinginkan (pilihan pulsa mulai dari Rp25.000 dan paket data mulai dari Rp30.000-an tergantung operator). Harga ini adalah harga coret yang berarti ada potongan harganya
  6. Setelah dipilih, akan masuk ke halaman detil. Klik Continue jika sudah sesuai
  7. Masuk ke halaman Review untuk pengecekan detil transaksi. Di bagian price detail akan diberikan kode unik yang akan mengurangi lagi harga pulsa! Kode unik ini hanya 3 digit angka Rupiah, tapi lumayan juga kan berkurang hingga Rp900-an
  8. Klik Continue to Payment untuk memilih metode pembayaran: kartu kredit, debit, transfer ATM, mobile banking, dan internet banking yang diberikan waktu 11 menit. Kalau saya biasanya memilih metode mobile banking
  9. Isi data metode pembayaran, klik Pay Now
  10. Lakukan pembayaran. Pulsa akan masuk beberapa saat setelah pembayaran diterima. Notifikasi transaksi akan dikirimkan di aplikasi dan melalui surel.
Ribet? Sama sekali tidak. Jika koneksi internet stabil dan sudah biasa bertransaksi di Traveloka, sepuluh langkah di atas dapat diselesaikan maksimal 5 menit saja (pengalaman pembayaran dengan mobile banking). Praktis, dapat dilakukan kapanpun  di manapun. 

Bagi yang belum punya di ponselnya, yuk unduh aplikasi Traveloka, untuk kemudahan transaksi pulsa dan paket data. Tak ada lagi cerita "mama minta pulsa." Perlu pulsa? Traveloka aja...

Minggu, 10 September 2017

Kuliner Asyik, Web Referensi Kuliner yang Asyik

Kuliner adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan atau masakan,  diambil dari kata bahasa Inggris Culinary. Rasanya hampir tidak ada orang yang tidak suka makan yaa.. kecuali sedang sakit dan nafsu makannya menurun.

Sementara itu perkembangan kuliner di Indonesia begitu pesat, dimulai dari aneka jajanan khas daerah, lalu munculnya resto dan cafe modern, hingga kue kekinian yang semakin menjamur... Hingga muncul istilah "wisata kuliner". Padahal zaman dulu yang namanya wisata ya wisata aja alias bepergian, piknik atau bertamasya ke suatu obyek wisata berupa alam, tempat atau peninggalan bersejarah.


Nah berdasarkan latar belakang dan perkembangan itu, saya dan teman-teman iseng tapi serius menggarap Kuliner Asyik, website kuliner untuk referensi khalayak umum. Kuliner Asyik sendiri adalah singkatan dari Kumpulan Inspirasi dan Cerita Asyik tentang Kuliner. Dari situ bisa ditebak kan isi webnya adalah cerita yang asyik-asyik tentang kuliner.
Website Kuliner Asyik terdiri dari beberapa kategori yaitu, Resep Asyik, Review Asyik, Resto Asyik, Tips Asyik dan Event Asyik. Coba aja klik kulinerasyik.com. Bisa dilihat isi masing-masing kategori tersebut.

Pada kategori Resep Asyik, menurut saya paling seru, karena menampilkan resep-resep praktis maupun rumit yang dibuat sendiri maupun recook oleh tim Kuliner Asyik. Gak nyangka campur bangga deh punya temen-temen seperti mereka yang mau berkutat di dapur lalu cekrak cekrek foto dan membagikan resep masakannya. Hasilnya? Jangan ditanya.. keren dan asyik pastinya. Pantas banget mejeng di website referensi.


Tapi si Cemil nih gak pernah nyumbang resep di web yang usianya hampir 2 bulan ini. Ketauan deh gak pernah masak. Eits tapi jangan salah.. Cemil malah paling sibuk di antara yang lain. So bukan gak bisa masak ya, hanya tak sempat. Wkwkwk.. #alasan. Ya sudahlah gak usah bahas lebih lanjut tantang ini yaa 🤗

Btw, Kuliner Asyik juga menerima kontributor loh dari luar tim. Jadi, pembaca yang mau ikutan nyumbang resep, review, tips, atau infonya monggo.. dipersilakan mengirimkan foto dan tulisannya ke redaksi Kuliner Asyik. Bantu kami juga yaa dengan kasih saran atau masukan apapun supaya website berkembang lebih berkualitas dan bermanfaat.

Yuk marii.. baca terus Kuliner Asyik untuk referensi kuliner.

Kamis, 09 Maret 2017

Alat Transportasi Indonesia, dari yang Alon-Alon sampai Super Cepat

Sebutkan alat-alat transportasi di Indonesia! Hehehe itu pelajaran anak saya waktu kelas 2 SD. Iseng ah pingin nulis tentang alat transportasi ini berhubung saya pengguna setia sekaligus pengamat. Ciaat..

Saya pernah baca blog salah satu traveler Indonesia yang bercerita pengalamannya naik shinkansen di Jepang. Ceritanya dia kagum banget dengan kereta listrik cepat itu, dan katanya kalau jam-jam sibuk, itu full banget sampai gak bisa gerak. Cerita tentang shinkansen semacam ini rasanya serupa deh dengan kereta listrik (KRL) Commuter Line di Indonesia. Nah traveler itu tahu gak ya, kalau KRL di Indonesia juga asalnya dari Jepang? Hehehe... Menurut saya nih, dari penuturan ceritanya, terkesan si traveler ini tak pernah naik kendaraan umum di negeri sendiri.

Jadi begitu ya, masih banyak warga Indonesia, kalau di negara orang mau mencoba dan bahkan bangga naik kendaraan umum, tapi di tanah air sendiri mereka memilih naik kendaraan pribadi (eh ini penilaian saya sendiri ya, bukan hasil riset).

Hmm... Lalu saya merasa bersyukur. Bersyukur karena terlahir di keluarga yang cukupan saja, sehingga orangtua membiasakan anak-anaknya naik kendaraan umum meskipun punya kendaraan pribadi. Bersyukur juga saya lahir dan besar di Bogor, serta kerja di Jakarta sehingga saya harus ngelaju (pulang pergi) dengan kendaraan umum yang mana di ibukota tercinta itu semua macam alat transportasi tersedia. Alhamdulillah, hampir semua alat transportasi sudah pernah saya naiki.

Itu cerita intermezzo ;)

Yuk sekarang kita tengok macam-macam alat transportasi publik alias kendaraan umum yang ada di Indonesia. Hayoo.. berapa banyak alat transportasi yang pernah kamu coba?


A. Transportasi Darat

1. Sepeda
2. Becak, Bentor (becak motor)
3. Delman
4. Bajaj, bemo
5. Ojek motor : offline dan online
6. Angkot (angkutan kota)
7. Mobil : taksi, sewa offline dan online
8. Bus : bus kota, bus AKAP, bus trans (Trans Jakarta, Trans Jogja, dll)
9. Kereta listrik - Commuter Line
10. Kereta diesel (kereta jarak jauh)
11.Coming soon : LRT/monorel

B. Transportasi Air/Laut

1. Getek/rakit
2. Kano
3. Perahu/sampan
4. Perahu motor
5. Kapal feri
6. Kapal laut
7. Kapal pesiar

C. Transportasi Udara

1. Pesawat terbang : kecil, besar
2. Helikopter
3. Private jet

Kalau ada pembaca yang mau menambahi silakan ya di kolom komentar, terutama untuk transportasi di luar Jawa yang mungkin saya gak tahu.

Setelah menggunakan, merasakan, mengamati transportasi publik di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, menurut saya sih perkembangannya boleh diacungi jempol ya, terutama transportasi daratnya. Misalnya, sebagai pengguna setia KRL saya merasakan sekali perubahan dari KRL ekonomi yang umpel-umpelan yang tak manusiawi menjadi Commuter Line yang berdesak-desakan tapi wajar. Dari yang karcisnya bentuk kartu kecil untuk di-cetrek-cetrek (dilubangi tanda sudah dipakai) oleh kondektur, berubah menjadi kartu semacam kartu ATM  yang tinggal tap gate masuk/keluar. Ini jadi salah satu bukti bahwa Indonesia termasuk negara berkembang. Kalau di negara-negara maju, lebih keren lagi pastinya. Salah satunya, sistem transportasi darat di negara maju biasanya ada subway atau kereta bawah tanah dengan jenis kereta yang super cepat.

Dan, dari sekian banyak alat transportasi publik di atas, favorit saya adalah ojek motor online, karena praktis dan banyak diskon. Hahaha.. dasar emak-emak efisien! Untuk transportasi yang alon-alon, saya memilih becak, karena bisa sambil melihat pemandangan dan merasakan semilir angin, plus romantis untuk duduk berdua (uhuyy..). Oya saya juga menantikan rampungnya proyek Jakarta LRT (light rail transit), pingin nyobain.. Semoga harga tiketnya nanti ramah di kantong seperti Commuter Line ya ;)  LRT ini kalau di negara tetangga kita sudah sangat terintegrasi sebagai angkutan umum utama sehingga efektif mengurangi lalu lalang kendaraan pribadi di jalan raya alias kemacetan.